Apa yang terlintas dalam pikiran saudara ketika
mendengar kata kopi? Atau saat mendengar kata nongki? Dua hal yang sedang akrab
dengan style milenial hingga orang tua pada saat ini. Tentu kedua hal ini
sangat erat berkaitan satu sama lain. Misalnya ajakan yang sering kita dengar
‘kita ngopi yuk, atau nanti malam kita nongki yuk’. Seolah tak terpisahkan
dalam perjalanan sahari-hari, dua hal ini “kopi dan nongki” sering kita dapati.
Di kampung misalnya, kopi bahkan sudah menjelma jadi budaya mulai dari minum
kopi dipagi hari sebelum kerja, siang hari saat jam istirahat, atau juga malam
hari saat hendak begadang. Kopi ada di dapur, ruang tengah, ruang depan,
halaman bahkan sampai ke pos keamanan. Maka, tak jarang di beberapa daerah yang
ada di Sumatera Selatan misalnya, kopi sudah menjadi kebiasaan dalam menjamu
tamu, menemani pesta hajatan, hingga dijadikan bingkisan untuk oleh-oleh.
Tak terlepas dari itu, kopi dan nongki dikalangan
milenial merupakan dua hal yang bersatu. Mulai dari membicarakan tugas bagi
mahasiswa, rencana perkembangan bisnis bagi investor, kumpul reuni para alumni
sekolah, atau bahkan momen berkenalan lebih jauh bagi remaja merupakan obrolan
saat minum kopi ketika nongki. Bila kita bisa mengibaratkan, kopi adalah pikiran.
kemudian kita bisa menyebut nongki sebagai “jalan”. Bermula dari sanalah
jalan pikiran terbuka yang kemudian tercipta sebuah ide, gagasan, semangat, dan
pergerakan serta perubahan. Bahkan, konon katanya sebuah peradaban baru dapat
tercipta dari segelas kopi. Entah bagaimana orang-orang dapat berkata seperti
itu.
Apakah pertanyaan saya ini pernah juga anda bayangkan?
pertanyaannya seperti, presiden ngopi tidak ya ? atau para menteri nya ngopi
tidak ya? Hehe. Ya boleh dianggap ini sebagai pertanyaan lelucon. Tapi coba
pikirkan sekali lagi, dalam skenario sederhana kita bayangkan; pada suatu waktu
karena bosan mengadakan rapat di kantor/istana negara, Pak Presiden berkata
kepada para Menteri nya seperti ini “Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, untuk
membahas strategi Indonesia maju di periode ini, besok saya dengan senang hati
mengundang Bapak Ibu untuk nongki di Kafe A atau B”. Kemudian besoknya berita
ini menjadi viral di media sosial, para Kepala Daerah berbondong mencontoh,
diikuti juga para anggota legislatif dalam membahas RAPBN atau RUU, semua nya
mendadak di agendakan dalam nongki (pertemuan) di sebuah kafe. Bayangkan
kebijakan-kebijakan pemerintah selanjutnya lahir dari kopi dan nongki.
Luar biasa bukan?
Munculnya kebiasaan baru tersebut, saban hari membuat persaingan
bisnis perkafe-an semakin bergairah. Kopi-kopi berkualitas tinggi mulai mereka
tawarkan. Varian minuman baru mereka temukan. Beragam harga minuman kopi, rasa
kopi, juga tempat-tempat yang unik mereka pamerkan untuk menarik perhatian
pengunjung. Para investor, pemilik kafe bahkan penikmat kopi baru akan
berbondong-bondong pergi ke daerah-daerah untuk mencari dan menemukan kopi enak
dan berkualitas. Kopi dan nongki selanjutnya benar-benar menjelma stlye baru
dalam kehidupan sehari-hari. Disisi lain, para petani kembali memiliki harapan,
mulai membuka lahan dan menanam kopi lagi. Para pengusaha mulai mendirikan
perkebunan kopi luas, lapangan kerja baru tercipta dimana-mana. Para pemuda
desa, tidak lagi pergi mengadu nasib ke kota. Kini sarjana pertanian tidak lagi
mengandalkan ijazah untuk antri mencari lowongan kerja. Tampaknya mereka
(sarjana pertanian) akan lebih percaya diri untuk berkebun kopi atau berjualan
kopi.
Buntut dari pertemuan Pak Presiden dan Para Menteri
tersebut, kini obrolan di tempat-tempat ngopi juga berubah drastis. Orang-orang
tidak lagi “kumpul” hanya untuk bermain gadget, game atau tebak-tebakan.
Pembicaraan telah berubah dari sekedar nostalgia menjadi bagaimana menjalani
hari esok?. Bukan lagi hanya sebagai tempat menyapa, obrolan di tempat ngopi
semakin berkualitas. Ekonomi, politik, budaya, sosial, dan bisnis mungkin
menjadi topik terhangat bersama kopi hangat yang akan dibicarakan.
Hal diatas merupakan “skenario” yang sangat mungkin
terjadi. Maka dari sanalah baru dapat kita pahami mengenai kalimat sebelumnya,
yakni “sebuah peradaban baru dapat tercipta dari segelas kopi”. Tentu banyak
dari pembaca yang menyatakan dengan tegas tidak akan setuju, apa asyik nya
nongki bicara gituan. namun tidak apa, ini hanya sekedar skenario. Tapi saya
harap anda meneruskan membaca tulisan ini hingga selesai, ya syukur-syukur juga
anda akan share tulisan ini ke media sosial anda.
Tahun 2020 kemarin, Indonesia masih menempati sebagai
salah satu produsen ekspor kopi terbesar di dunia. Jenis kopi mendominasi yang
ditawarkan adalah kopi Robusta dan
kopi Arabika. Berapa jiwa petani kopi
Indonesia yang menggantungkan hidup nya dari bertani kopi tersebut? Sekitar 1,3
juta petani atau bahkan lebih. Sejak tahun 2013, tren konsumsi kopi di
Indonesia semakin meningkat. Hal ini didukung oleh konsumen kopi yang semakin
bertambah. Milenial yang mendominasi populasi saat ini, sedang akrab dengan
tren nongki sambil ngopi. Disisi lain, warung kopi, kedai, kafe-kafe maupun
outlet yang menyediakan beragam minuman kopi siap konsumsi semakin hari makin
bertambah. Tentu ini adalah hal positif yang kedepan sepertinya akan menjadi
sektor andalan petani dalam perannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Mungkin terlihat menyeramkan bagi kamu yang belum
pernah mengonsumsi kopi atau bahkan sama sekali tidak mau mencicipinya. Namun,
tahukah kamu bahwa kopi adalah salah satu minuman paling favorit di dunia pada
saat ini. Apakah menurutmu kopi termahal ada di Amerika, Brazil, atau Eropa? Sebut
saja kopi Starbuck atau J.CO misalnya. Ini mencengangkan, namun faktanya kopi
termahal adalah salah satu jenis kopi yang ada di Indonesia, Kopi Luwak. Iya,
bagi para penikmat kopi sejati mereka akan rela merogoh kocek lebih banyak
untuk mendapatkan jenis kopi yang satu ini. Harga kopi ini mencapai 9 juta per
500 gramnya.
Secara sederhana, peningkatan konsumen kopi akan berdampak baik. Petani akan lebih di untungkan dengan permintaan produksi kopi. Para pengusaha baru di bidang kopi akan bermunculan. Hal ini tentu membuka kran bagi pemuda-pemudi yang sedang membutuhkan lapangan pekerjaan. Dengan nongki sambil ngopi, orang-orang akan bercengkrama dan berkomunikasi aktif terhadap keluarga teman dan lingkungannya. Efek sosial dan efek besar nya tentu perekonomian akan semakin bertumbuh positif. Ke depan kita akan melihat kehadiran brand-brand kopi lokal yang besar dan mampu bersaing dengan brand kopi luar. Apakah ini semata hanya bualan saja? Tentu tidak, sebagai generasi milenial kita harus menatap positif akan hari-hari esok. Percaya, bahwa kita juga bisa dan mampu bersaing bahkan menang.
Penulis: Masagus Gunawan
Posting Komentar
Gunakan kata yang baik dan sopan dalam berkomentar ya