Satu hal yang terlintas dalam pikiran saya saat menyelesaikan novel berjudul “Gagal Menjadi Manusia” adalah “Wah, buku ini sungguh depresi”. Perasaan seorang manusia yang menganggap dirinya berbeda, aneh, dan gagal, lantas terlanjur merasa putus asa dan tidak dapat memperbaiki diri, akan turut menenggelamkan pembaca dalam lautan kepedihan.
Novel
karya Osamu Dazai tersebut menceritakan tentang seorang lelaki bernama Oba Yozo,
yang diyakini sebagai sang Penulis sendiri, dimana Yozo terlahir serba
tercukupi namun merasa telah gagal menjadi manusia.
Yozo
merasa gagal menjadi manusia karena ia tidak dapat memahami latar belakang yang
mendasari suatu tindakan manusia. Ia begitu merasa menderita karena hal itu,
dan ia memilih cara paling unik untuk menyesuaikan diri dengan manusia lainnya:
melawak. Pemikiran Yozo yang begitu kompleks tergambar sangat jelas dalam
setiap baris kata, konflik nyata yang terjadi dalam pikirannya sendiri.
Novel
ini terasa nyata untuk saya karena tidak adanya pengembangan karakter yang signifikan
dari sang tokoh utama. Cerita tersebut tidak dibuat untuk menunjukkan suatu
titik akhir yang bahagia, karena pada dasarnya, kita tidak akan mengetahui
akhir dari kehidupan kita, dan bagaimana kondisi diri ini, ketika itu berakhir.
Selain
itu, novel ini juga sangat bombastis. Jumlah halamannya hanya terdiri dari 156
halaman, namun para pembaca seakan sedang membaca novel yang sangat tebal karena
isi kandungannya tergolong bacaan yang “berat”. Novel ini menunjukkan bahwa
suatu maha karya terkadang justru tampil sangat sederhana.
Selanjutnya,
novel yang diterbitkan oleh Osamu Dazai tersebut bisa menjadi tantangan
tersendiri bagi pembaca. Saya sendiri mengalami kesulitan untuk memahami
kesuluruhan isi novel. Saya perlu mengulang pembacaan kembali dengan perlahan
agar mengerti keseluruhan kalimat tersebut.
Terlepas
dari tantangan yang ada, secara keseluruhan novel ini sangat layak untuk
dibaca. Isi dari novel memiliki banyak hal positif yang dapat diambil. Kita,
sebagai manusia yang mungkin memiliki perasaan yang berbeda dengan karakter
utama, menjadi mengerti bagaimana perasaan orang seperti Yozo, dan Yozo-Yozo
lainnya, sehingga penting sebagai seorang manusia untuk tidak saling menghakimi.
Namun, kita juga memiliki tugas untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, walaupun
dengan sangat perlahan.
Mengutip
kembali, perkataan seorang Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, dr. Jiemi Ardian,
Sp.KJ, yang juga tertulis dibagian pembuka novel, “….kita bisa memilih bergerak
ke arah yang berbeda”, saya berharap, anda mendapatkan pelajaran dari Oba Yozo,
dan tetap terus berusaha.
Penulis: Kiani Agra Citra
Baca Review Buku Lainnya
Posting Komentar
Gunakan kata yang baik dan sopan dalam berkomentar ya